Selasa, 26 Juni 2012

STRUKTURING


A.    DEFINISI
Menurut Day & Sparacio (1980, dalam Hariastuti & Darminto, 2007: 69) structuring merupakan teknik atau alat yang digunakan oleh konselor untuk membatasi aturan-aturan dan arahan dalam proses konseling yang di dalamnya meliputi kegiatan informing, proposing, suggesting, recommending, negotiating, stipulating, contracting, dan compromising.
Sedangkan menurut Brammer & Shostrom (1982, dalam Hariastuti & Darminto, 2007: 69) structuring berisi pembatasan-pembatasan konselor berkenaan dengan sifat, kondisi, batas-batas, dan tujuan dari proses konseling.
Jones (1990, dalam Hariastuti & Darminto, 2007: 69) juga mengungkapkan bahwa structuring merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku yang digunakan oleh konselor untuk membawa kliennya mengetahui peran konselor dank lien pada setiap tahapan hubungan atau proses konseling.
Definisi lain mengenai structuring diungkapkan oleh Supriyo & Mulawarman (2006: 27), yakni teknik yang digunakan konselor untuk memberikan batas-batas/pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam konseling.
Alasan penggunaan struktur dalam konseling didasarkan pada pemikiran (Hariastuti & Darminto, 2007: 70) :
1.      Struktur dapat dikembangkan oleh konselor
2.      Konselor dan klien dapat membentuk persepsi yang sama tentang struktur konseling
3.      Struktur dapat digunakan untuk membantu pencapaian tujuan konseling

Day & Sparacio (1980, dalam Hariastuti & Darminto, 2007: 70-71) mengemukakan rasional penggunaan structuring dalam konseling:
1.      Banyak interaksi yang bermakna akan terjadi sesuai dengan aturan yang telah disepakati, diadopsi, atau dikembangkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi.
2.      Banyak ahli dalam bidang psikologi menyatakan bahwa struktur merupakan suatu teknik yang diperlukan karena dapat lebih mengefektifkan proses konseling, khususnya untuk klien tertentu.

B.     FUNGSI/MANFAAT
Day & Sparacio (1980, dalam Hariastuti & Darminto, 2007: 71) mengemukakan 3 fungsi penting penggunaan struktur dalam proses konseling, yaitu fungsi fasilitatif, fungsi terapeutik, dan fungsi protektif. Akan tetapi, struktur lebih banyak memiliki fungsi fasilitatif, yakni memfasilitasi munculnya rasa tanggungjawab, komitmen, dan keterlibatan atau partisipasi aktif klien dalam proses konseling.
Berikut adalah bagaimana structuring memfasilitasi proses konseling menurut Day & Sparacio :
1.      Konselor dapat mengkomunikasikan kepada klien peran dan tanggungjawabnya serta arah proses konseling yang dilaksanakan.
2.      Structuring dapat mengurangi dampak kesalahpahaman antara konselor dengan klien. Kesalahpahaman ini dapat menimbulkan kebingungan (ambiguitas) dan konflik yang dapat merusak hubungan
3.      Sebagai alat untuk menangani perbedaan-perbedaan antara konselor dengan klien, khususnya mengenai asumsi dan harapan. Structuring dapat dimanfaatkan untuk memperjelas asumsi dan harapan.
4.      Menangani munculnya perasaan tidak pasti dan kecemasan klien berkenaan dengan hubungan atau proses konseling.
5.      Membuat proses konseling menjadi lebih efisien. Melalui structuring komponen/variabel prosedur perlakuan dapat dirumuskan dengan jelas dan spesifik.
6.      Membuat konselor lebih percaya diri.
Sedangkan menurut Brammer & Shostrom (1982, dalam Hariastuti & Darminto, 2007: 72) penggunaan struktur dalam suatu proses konseling dapat memfasilitasi hubungan dan pencapaian tujuan konseling melalui :
1.      Memungkinkan klien memperoleh kejelasan tentang kerangka kerja atau orientasi program perlakuan/konseling.
2.      Struktur dalam konseling memiliki nilai untuk mencegah timbulnya kesalahan konsepsi bahwa konseling merupakan suatu bentuk pengobatan/penyembuhan yang bersifat magis, cepat, simple, pemberian nasihat, menyenangkan, dan menjadi tanggungjawab konselor. Dengan memusatkan dan memperjelas peran konselor dan klien, maka kesalahan konsepsi tersebut dapat dihindari.
3.      Tidak adanya struktur dalam konseling berpotensi menimbulkan rasa cemas pada diri klien sehingga dapat menggagalkan hubungan konseling. Struktur dapat dijadikan alat untuk meningkatkan rasa aman klien, asal dilakukan dengan tepat. pada fase-fase awal proses konseling, structuring perlu dilakukan dengan hati-hati karena structuring memungkinkan tersampaikannya kesan “bagaimana seharusnya klien merasa”. Hal tersebut tentu saja dapat merusak hubungan konseling.

C.       BENTUK KEGIATAN YANG DILAKUKAN KONSELOR DALAM TEKNIK STRUKTURING (Hariastuti & Darminto, 2007: 73-77)
1.      Kontrak (contracs)
Kontrak berisi daftar hak, tanggungjawab, bonus, sanksi, serta bagaimana dan oleh siapa kontrak dimonitor. Kontrak memiliki karakter yang spesifik, artinya kontrak berisi batasan-batasan ‘tegas’ sehingga klien dapat mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan darinya. Kontrak juga bersifat fisibel, artinya batasan-batasan yang dinyatakan dalam kontrak ada di dalam batas-batas kemampuan klien untuk melaksanakannya. Nilai utama dari kontrak adalah konselor dapat mengetahui apakah ia berhasli dengan melihat apakah klien mampu mencapai tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
2.      Batasan Waktu (time limits)
Batasan waktu berkenaan dengan berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan proses konseling. Time limits diberikan agar proses konseling dapat berjalan lebih efisien dan menghindari interaksi yang berlebihan.

3.      Batasan Tindakan (action limits)
Konselor tidak perlu membatasi ekspresi verbal klien, meskipun hal itu menyinggung perasaan konselor. Yang boleh dilakukan dalam action limits adalah pembatasan tindakan. Bagaimanapun, klien tidak boleh menyerang konselor secara fisik, atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak normative.
4.      Batasan Peran (role limits)
Struktur peran tidak hanya membatasi tentang siapa diri konselor saat ini, tetapi juga apa yang harus diperankan oleh konselor dank lien dalam proses yang akan berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi peran ganda yang dapat mengganggu objectivitas proses konseling.
5.      Batasan Masalah (problem limits)
Dalam hal ini konselor hendaknya menjelaskan dan menginformasikan masalah yang dihadapi klien, serta membuat kesepakatan (batasan) mengenai masalah yang akan dibahas dalam proses konseling
D.    CONTOH PENGGUNAAN
1.      Batasan Waktu (time limits)
Konselor       : “lintang, 1 jam lagi ibu ada rapat dengan kepala sekolah, jadi mungkin ibu hanya punya waktu maksimal 50 menit. Berapa lama waktu yang kamu inginkan untuk melakukan proses konseling ini?”
Lintang         : “kalau begitu, bisa kan bu kita menghabiskan 50 menit?”
Konselor       : “baiklah, kalau begitu, maka kita akan melakukan proses konseling ini selama 50 menit ke depan”
2.      Batasan Tindakan (action limits)
Konselor       : “proses konseling ini akan membahas dan berusaha memecahkan masalah yang sedang kamu hadapi. Sehingga kamu boleh saja mengungkapkan apapun yang kamu rasakan. Tetapi kamu tidak boleh melukai ibu secara fisik, atau melampiaskan emosi dengan merusak barang-barang yang ada di ruangan ini…”
3.      Batasan Peran (role limits)
Konselor       : “dalam hal ini, ibu hanya membantu memahami masalah yang kamu hadapi, bukan memberimu nasihat. Nanti, kita cari bersama-sama jalan keluarnya, tetapi keputusan tetap berada di tangan kamu. Ibu tidak berhak mengambilkan keputusan”
.
4.      Batasan Masalah (problem limits)
Konseli       : “saya bingung untuk memilih jurusan dan perguruan tinggi, bu. Sebenarnya ada beberapa alternative yang bisa saya ambil, tapi saya takut pilihan saya tidak sesuai dengan kehendak orangtua. Sejauh ini, orangtua sering memaksa saya untuk mengikuti semua kehendaknya. Sebenarnya saya resah dengan hal ini, tapi saya tidak berani mengungkapkannya. Jadi sekarang saya benar-benar bingung untuk menentukan pilihan jurusan. Sementara orangtua saya akhir-akhir ini jarang sekali di rumah, jadi saya belum bisa membicarakan masalah ini. Sebenarnya saya juga merasa kurang diperhatikan karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaanya. Saya tidak tau lagi harus bagaimana membicarakan hal ini pada mereka”
Konselor    : “dari apa yang anda ceritakan, saya menangkap ada 3 masalah yang anda hadapi, yaitu masalah bingung memilih jurusan dan perguruan tinggi, masalah orang tua yang sering memaksakan kehendak, dan merasa kurang diperhatikan karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaanya.  Nah dari ketiga masalah tersebut, manakah masalah yang menurut anda perlu ditangani terlebih dahulu?”

DAFTAR PUSTAKA

Hariastuti, Retno Tri, Eko Darminto. 2007. Ketrampilan-Ketrampilan Dasar dalam Konseling. Surabaya: Unesa Press.
Supriyo, Mulawarman. 2006. Ketrampilan Dasar Konseling. Semarang: BK FIP UNNES.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar